ITTIBA' MANHAJ SALAF

Oleh: Ust Hamdan, S.Pd


Manhaj Salafush Sholihin dan kewajiban mengikutinya. Dari Abu Sa’id Al Khudry ra, bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu mencaci maki sahabat sahabatku. Demi Allah yang diriku ada ditengah-Nya, seandainya salah seorang diantara kamu menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, nilainya tidak mencapai satu mud yang diinfakkan mereka (para sahabat), bahkan setengahnyapun tidak”


PENGERTIAN SALAF
Secara bahasa “salaf” artinya sekelompok pendahulu atau suatu kaum yang mendahului dalam perjalanan. Jadi makna salaf adalah orang yang telah mendahului kalian baik itu nenek moyang maupun kerabat keluarga kalian, mereka di atas kalian baik dari segi umur maupun ataupun kebaikannya. Oleh karena itu, generasi pertama dari kalangan Tabi’in dinamakan “as-Shalafush Shalih (lihat kamus bahasa Arab: Taajul ‘Aruus, Lisaanul “Arab dan al Qaamuusul Muhuth: (bab Salafa).  Sedangkan salafus sholih menurut kalangan ulama aqidah: generasi permulaan Islam dari kalangan sahabat, tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in yang hidup di masa (tiga abad pertama) yang dimuliakan dari kalangan para imam yang telah diakui keimanannya, kebaikannya, kepahamanya terhadap as-Sunah dan keteguhannya dalam menjadikan as-sunnah sebagai pedonan hidupnya, menjauhi bid’ah dan dari orang orang yang telah disepakati oleh ummat tentang keimanan mereka serta keagungan kedudukan mereka dalam agama.


Allah berfirman, “orang orang yang terdahulu lagi yang pertama tama (masuk Islam) diantara orang orang muhajirin dan anshar serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allaha ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi  mereka surge surga yuang mengalir sungai sungai didalamnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS At-Taubah:100). Dari sahabat ‘Abdulah bin Mas’ud, Nabi Muhamad SAW bersabda “ Sebaik baiknya manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (yaitu generasi sahabat), kemudian yang sedudahnya (generasi Tabi’in) kemudian generasi yang sesudahnya (generasi Tabi’ut Tabi’in)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


WAJIBNYA MENGIKUTI MANHAJ SALAFUSH SHOLIH
A.      Dari Al Qur’an
Firnman Allah SWT berfirman “ Orang yang terdahulu lagi pertama tama (masuk Islam) dari orang orang Muhajirin dan Anshar dalam orang orang yang mengikuti merekas dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga surge  yang  mengalir sungai sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama lamanya, Itulah kemenangan yang besar” (QS At-Taubah:100) Ayat ini sangat tegas menunjukan wajibnya mengikuti jalan para Salaf dan bahwa orang orang yang mengikuti mereka dengan baik akan mendapatkan keridhaan dan mendapatkan pahala surga. Mereka ini menunjukan bahwa orang yang tidak mengikuti mereka akan mendapat siksaan dan tidak akan mendapatkan keridhaan.
Bahkan Allah  "Azza Dzikruhu mengancam orang orang yang menyelisihi jalan para salaf dalam firman-Nya: “Dan barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenarann baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mukminin, Kami biarkan  ia larut dalam kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk buruknya tempat kembali” (QS An- Nisa:115)


B.       As-Sunnah
Dalam hadits  ‘Abdullah bin Mas’ud ra Nabi Muhammad SAW bersabda: “ Sebaik baiknya manusia adalah zamanku, kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya” (HR Al-Bukhari danb Muslim, Hadist ini adalah hadits  yang mutawir).  Hadits ini sangat tegas sekali menunjukkan keutamaan tiga generasi pertama dari umat ini yaitu generasi As-Salaf Ash-Sholih bahwa mereka adalah sebaik baiknya generasi yang pernah lahir dari umat ini. Dan Al- khairiyah (kebaikan) yang terdapat pada mereka adalah pada mereka ada pada semua sisi kebaikan dalam agama. Maka merekalah yang terbaik jalannya, paling dalam ilmunya, paling lurus pemahannyua paling sedikit salahnya dan yang paling mulia di sisi Allah SWT. Dan ini menunjukan wajibnya mengikuti jalan para ulama Salaf Rahimahullah.
Dalam Hadits  “Irbadh bin Sariyah ra beliau berkata ;” Nabi Shollallahu ‘ailai wa alaihi wasallam bersabda …. Karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada sunnahku dan kepada sunnah Al Khulafa” yang mendapat hidayah dan petunjuk.  Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi gigi geraham kalian….” (hadist solih dari seluruh jalan jalannya, sisholihkan oleh syeikh Al Albany dalam Zhilalul Jannah)


Lihatlah bagaimana  Rasulullah  Shollallahu ‘ alahi wa alihi wa sallam dalam kondisi perselisihan mengembalikan perselisihan tersebut kepada sunnahnya dan jalan para Khulafa’ Ar-Rasyidin yang senantiasa berada di atas sunnah dan petunjuk.  Maka digandengakannya sunnah beliau dengan jalannya para Khulafa’ Ar-Rasyidin ini menunjukan benarnya mereka dalam memahami sunnah Nabi Sollallahu ‘alahi wa alihi wa sallam dan kita mengikuti jalan mereka.


C.      Ijma’
Berkata Ibnul Qoyyim:” Sesungguhnya senantiasa para ulama di setiap zaman sepakat dalam berhujjah, mereka mengambil perkataan dan perbuatan para shahabat dan tidak satupun mengingkari hal ini. Karangan karangan dan muhadharah muhadharah mereka menjadi bukti dari hal itu. Dan berkata sebagian ulama Al- Malikiyah:  Para ulama di setiap zaman sepakat mengambil apa apa yang dating dari shahabat di dalam berhujjah, hal ini terkenal dalam riwayat riwayat para kulama,  kitab kitab dan muhadharah serta pengambilan dalil dalil mereka yang selalu berpatokan dari perkataan dan perbuatan para shahabat” Baca Bashiur Dzawi Asy- Syaraf Binarwiyat Manhaj As-Salaf hal 77-78.


Berkata Imam Ahmad Rahimahullah: “pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh di atas apa yang para shahabat di atasnya dan mengikuti mereka”. Lihat Syarah ushul I’tiqod Ahlussunnah Wal Jama’ah 1/176. Dan ini juga diucapkan oleh “Ali Ibnul Madiny sebagaimana dalam Dzamumut Ta’wil


Subhat dan Jawabannya
Sebagian orang mengatakan bahwa mengikuti jalan para ulama salaf adalah taqlid. Dan taqlid itu terlarang dalam agama. Maka untuk menjawab syubhat ini kami nukilkan keterangan syeikh Sholih Al-Fauzan menjawab syubhat ini dalam kaset yang berjudul “ Al Qowa’id fii  Al-Minhaj” beiau berkata:”Taqlid bukanlah tercela secara mutlak, taqlid dalam kebenaran dan mengikuti pengikut kebenaran ini adalah perkara yang diperintahkan Allah Ta’ala berfirman tentang nabi-Nya Yusuf ‘alahissalan: “ Dan aku mengikut agama bapak bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya’qub” (QS, Yusuf:38). Yusuf ‘Alahissalam  mengabarkan bahwa ia mengikuti orang yang sebelumnya tatkala mereka berada diatas kebenaran. Dan Allah ‘Azza wa Jalla hanyalah mencela mengikuti ayah ayah dan nenek moryang karena mereka berada di atas selain ilmu.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami”. ‘(apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapatkan petunjuk?”, (QS Al-Baqooh:170)


Mereka dicela karena mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapatkan petunjuk maka pemahaman ayat ini menunjukan bahwa orang yang mendahului kita, kalau mereka mengetahui dan memahami Al Qur’an dan As –Sunnah, mereka diikuti dalam hal itu.
Dan Allah Ta’ala berfirmanh: “Apabila dikatakan kepada mereka :”marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab:”Cukuplah untuk kami apa yuang kami dapati bapak bapak kami mengerjakannya.” Dan  apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa apa dan tidak (pula) mendapatkan petunjuk?” (QS Al-Maaidah:104)


Maka ini menunjukan bahwa orang yang mengetahui itu diikuti, yang tercela hanyalah siapa yang mengikuti orang yang tidak mengetahui. Maka Taqlid bukanlah tercela secara mutlak dan bukan pula boleh secara mutlak tapi ada rincian yaitu siapa yang diatas kebenaran maka ia diikuti dan ditaqliq dengan dalil apa yang datang dari Al Kitab dan As-Sunnah dari perintah mengikuti para ‘ulama shalaf dan mencontoh mereka (dan) siapa yang menyelisihi kebenaran tidak boleh diikuti dan di taqlid. Ini pemutus perselisihan dalam masalah ini.


Maka kami berkata: tiudak mungkin kita memahami  Al-Qur’an dan As-Sunnah kecuali dengan mengikuti manhaj salaf. Dan tidaklah mungkin seseorang datang di akhir dunia di akhir zaman lalu membuang manhaj Salaf dan menyangkna ia mengambil Al Kitab dan As Sunnah secara langsung. Ini adalah kesesatan dan memecah belah umat dan memutuskan hungan (generasi) belakangan dari (generasi) salafnya….”


                  Maroji’:
1.        Al Waajiiz fii aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis sunnah wal jama’ah)
2.        Bashoir dzawi Asy-Syaraf Bimarwiyat Manhaj as-salaf
3.        Syarah ushul I’tiqod Ahlussunnah Wal  Jama’ah
4.        I”la Al-Muwaqqi’in Jilid 4
5.        Limadza Ikhtaru Al-Manhaj As salafy