ADAKAH BID'AH HASANAH


Oleh: Ust Muniri S.Pd.I


Istilah bid’ah Hasnah, sampai saat ini masih menjadi polemic dikalangan kaum muslimin, sebagian mereka menerima istilahini dan sebagian lagi menolaknya dengan berprinsip- bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Sementar orang yang menerima adanya bid’ah Hasanah berdalih bahwa bid’ah itu dilakukan dalam rangka beribadah dan taqarub kepada Allah. Selain itu mereka juga punya beberapa argument diantaranya:

Ungkapan Umar Radhiallahu anhu: “Inilah sebaik baiknya bid’ah”, ketika mendapati kaum muslimin berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah dengan satu imam. Sabda Rasulullah SAW: “ Sejelek jeleknya perkara adalah diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Muslim no 867). Makna yang benar dari hadits ini bisa dilihat dalam penjelasan selanjutnya. Jika setiap hal yang baru (bid’ah) adalah sesat, maka berarti maka kemajuan teknologi komunikasi dan sejenisnya dilaang karena tidak ada pada jaman Rasulullah SAW. Inilah diantara al;asan alas an yang sering digunakan oleh mereka yang menerima adanya bid’ah hasanah.

Bagaimanakah penjelasan ulama dalam masalah ini? Untuk menjawab sedikit kerancuan ini, marilah kita menyimak berbagai dalil yang menjelaskan hal ini. Diriwayatkan dari jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘ anhuma, beliau berkata: Jika Rasulullah SAW berkhutbah, matanya memerah, suaranya begitu keras dan kelihatan begitu marah, seolah oleh beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukannya ‘Hati hati dengan serangan musuh di waktu pagi dan waktu sore’, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda : “ Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah gabaikan dua jari ini. [ Beliau rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam berisyarat dengan jari tengah belau dan telunjuknya] lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Amma ba’du”, sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kibabullah dan sebaik baiknya petunjuk  adalah petunjuk Muhammad Shallallahu “alaihi wa sallam. Sejelek jelek jeleknya perkara adalah yang diada adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Muslim 867) dalam riwayat An Nasa’I dikatakan:  “Setiap kesesatan tempatnya di neraka “ (HR Muslim no 867) dalam riwayat An Nasa’I  “ Setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR An Nasai No 1578 hadits ini dikatakah shahih oleh syaikh Al Albani di Shohih wa Dho’if Sunan An Nasa’i)

Di riwayatkan dari Al “Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu, beliau berkata, kami shalat bersama Rasulullah SAWpada suatu hari. Kemudian beliau mendatangi kami lalu memberikan nasehat yang menyentuh yang membuat air mata ini bercucuran dan membuat hati ini bergemetar (takut) lalu ada yang mengatakan, wahai Rasulullah , sepertinya ini adalah  nasehat perpisahan, lalu apa yang akan engkau wasiatkan pada kami. Rasulullah bersabda:”Aku wasiatkanh kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap dengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah budah Habsy. Karena barang siapa diantara kaliang yang hidup setelah aku, maka dia akan melihat perselisihan yangbanyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa’ur Rosyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Hati hatilah dengan perkara yang diada adakan karena setiap perkara yang diada adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Abu Daud No 5607 dan Tirmidzi o 2676 )

Dalil dari perkataan Sahabat
Ibnu Abbas, Radhiyallahu anhuma berkata: “Setiap tahun ada saja orang yang membuat bid’ah dan mematikan sunnah, sehingga yang hidup adalah bid’ah dan sunnahpun mati (diriwayatkan oleh Ath Thobroniy) Ibnu Masud berkata:”Ikutilah (petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, pen) janganlah berbuat bid’ah. Karena sunnah itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat” (Diriwayatkan oleh Ath Tobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no 8770. Al  Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perawi yang dipakai dalam kitap shahih).

Itulah berbagai dalil yang mengatakan bahwa setiap bi’ah itu sesat. Kerancuan: bid’ah ada yang terpuji?  Inilah kerancuan yang sering didengung dengungkan oleh sebagian orang bahwa tidak semua bid’ah itu sesat namun ada sebagian yang terpuji yaitu bid’ah Hasanah. Memang sebagian ulama ada yang mendefinisikan bid’ah (secara istilah) dengan mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang tercela dan ada yang terpuji karena bid’ah menurut beliau adalah segala sesuatu yang tidak ada di masa Nabi Shallallahu ’Alaihi  wa sallam. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Imam Asy Syafi’I dari Harmalah bin Yahya. Beliau Rahmatullah berkata: “ Bid’ah itu ada dua macam yaitu bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela” (lihat Hilyatul Awliya As Syamilah dan lihat  Fathul Bari, 20/330, Asy Syamilah), beliau Ramatullah berdalil dengan perkataan Umar Bin  Al Khothob tatkala mengumpulkan orang orang untuk melaksanakan shalat Tharawih.  Umar berkata, “ Sebaik baiknya bid’ah adalah ini” (HR Bukhari no 2010).

Pembagian Bid’ah semacam Ini membuat sebagian orang rancu dan salah paham akhirnya sebagian orang mengatakan bahwa bid’ah  itu ada yang baik (bid’ah Hasanah) dan ada yang tercela (bid’ah sayyi’ah). Sehingga untuk sebagian perkara bid’ah seperti merayakan mauled Nabi atau shalat nisfu Sya’bann yang tidak ada dalilnya atau pendalilannya kurang tepat, mereka membela bid’ah mereka ini dengan mengatakan inikah bid’ah yang baik (bid’ah Hasanah)”  padahal kalau kita melihat kembali dalil dalil yang telah disebutkan di atas baik dari sabdi Rasulullah SAW maupun perkataan sahabat semua riwayat yang ada menunjukan bahwa bid’ah itu tercela dan sesat. Oleh karena itu, perlu sekali pembaca sekalian mengetahui sedikit kerancuan ini dan jawabannya agar dapat mengetahui hakikat bid’ah yang sebenarnya.

Perlu diketahui bersama sabda Rasulullah SAW “sesungguhnya sejelek jeleknya perkara adalah perkara yang diada adakan (dalam agama pen)”, ‘setiap bid’ah adalah sesat’ dan setiap kesesatan adalah di neraka’ serta peringatan beliau terhadap perkara yang diada adakan dalam agama, semua ini adalah dalil tegas dari beliau SAW. Maka tidak boleh seorang pun menolak kandungan makna berbagai hadits yang mencela setiap bid’ah. Barang siapa menentang kandungan makna hadits tersebut maka dia adalah orang yang hina (Iqtidho’ shirotil Mustaqim, 2/88 Taliq DR. Nashir Abdul Karim Al’ Aql). Tidak boleh bagi seorangpun menolah sabda beliau Rasulullah SAW yang bersifat umum yang  menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, lalu mengatakan ‘ tidak semua bid’ah itu sesat’ (Iqtidho’ shirotil Mustaqim, 2/93). Perlu pembaca sekalian pahami bahwa lafazh ‘kullu’ (artinya semua pada hadits)

“Setiap bid’ah adal;ah sesat” dan hadits semacamnya dalam bahasa arab dikenal dengan lafazh umum. Asy  Syatibhi mengatakan “ para ulama memaknai hadits di atas sesuai dengan keumumannya. Tidak boleh dibuat pengecualian sama sekali. Oleh karena itu tidak ada dalam hadits tersebut yang menunjukan ada bid’ah yang baik” (dinukil dari Ilmu Ushul Bada’ hal 91 Darul Ar Royah). Inilah pula yang dipahami oleh para sahabat generasi terbaik umat ini. Mereka menganggab bahwa setiap bid’ah itu sesat walaupun sebagian orang menganggabnya baik. Abdullah bin Umar Radhiyallahu anjuma berkata:” Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggabnya baik “ (lihat Al Ibanah Al Qubro li Ibni Baththoh 1/219, Asy Syamilah).

Imam Malik Rahimahullah berkata” siapapun yang membuat bid’ah dalam Islam  dan menganggabnya hasanah (baik) maka sungguh ia telah menyangka bahwa  Nabi Muhammad telah mengianati misi kerasulan, berdasarkan firman Allah Ta’ala di ata,  maka yang tidak dijadikan-Nya  agama pada saat itu begitupun pada saat ini “ (Al-I’tishom I/64)

Kesimpulan:
Berdasarkan berbagai dalil dari As Sunnah maupun perkataan sahabat, setiap bid’ah itu sesat. Tidak ada bid’ah yang baik (hasanah), tidak tepat pula membagi bid’ah menjadi lima: wajib, sunah, mubah, makruh dan haram, karena pembagian semacam itu dapat menimbulkan kerancuan di tengah tengah umat Wa Allahu A’lam Bish Shawab.

Rererensi:
Al-Luma’ Fir Roddi ‘ala Muhassinil Bida’, Al-Barohin ‘ala alla bid’atun Hasanatun fid Din Karya  Abu Mu’adz As Salafy,  Al I’tishom: Asy- Syathibi, Mauqif Ahlis Sunnaj wal Jama’ah, Iqthidho’ Ash-shirothol Mustaqim, Al- Hatstsu ‘Ala Ittiba’is Sunnah, majmu’ fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaiman, Al Mu’jam Al Kabir.  Ath Thobroniy Fathul Bari: Ibnu Hajar  Al Atsqalani, Ilmu Ushul bida’: Asy Syatibhi, Al Ibanah Al Kubro: Ibnu Baththoh, dan Tuhfatul Murid Syarh Al Qaulul Mufid)