MENDIDIK ANAK

Oleh : Ust Ghaffar.


"Ya Tuhan kami sesungguhnya aku telah menempatkan seguah keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah buahan., mudah mudahan mereka bersyukur " (QS Ibrahim:37)

Pendidikan terhadap generasi penerus (anak) merupakan satu keharusan bagi para orang tua. Orang tua-lah yang mengambil peran sangat dominan dalam pembentukan sikap dan kepribadian generasi penerus itu. Pendidikan yang diberikan kedua orang tua di awal pertumbuhan sang anak merupakan titik permulaan yang sangat menentukan kesuksesan dan keberhasilannnya dalam mengemban amalah sebagai khalifah Allah di bumi. Kelemahan di dalam hal ini akan menyebabkan hancurnya tatanan kehidupan, yang tidak hanya menimpa keluarga, tetapi juga seluruh umat. Sebuah generasi yang sangat didambakan untuk melanjutkan estafet perjalanan ammanah sebagai khalifah Allah, menjadi hancur. Kita akhirnya harus mempersiapkan lagi suatu generasi pengganti, disamping harus membina kembali generasi yang terlanjur rusak. Sungguh suatu pekerjaan yang sangat membuang waktu.

Dalam mendidik anak, ada banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah.  Kisah Nabi Muhammad SAW terhadap anak anak kecil, kisah para Shalafush Shalih, dan banyak lainnya. Satu diantara kisah kisah itu adalah kisah Nabi  Ibrahim AS dalam mendidik anak anaknya, sehingga di kemudian hari banyak diantara keturunannya itu menjadi orang orang pilihan Allah untuk mengemban risalahNya. Tak pelak bila beliau digelari sebagai "Abulanbiya" (bapak para Nabi), selain gelar Khalilullah (kekasih Allah) yang sudah disandangnya.

Dalam ayat di atas, Allah SWT memberikan pelajaran penting dalam pembinaan anak melalui nabi-Nya Ibrahim as. Setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dalam ayat yang satu ini.

1. Didiklah anak dengan doa

Ayat diatas merupakan sebuah doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim as. Agar anak anaknya kelak menjadi orang orang yang selalu mendirikan shalat, dicintai oleh sesamanya dan diberi rizki yang berlimpah. Untaian doa yang dipanjatkan hendaklah selalu  teriringkan dalam mendidik anak. Memohon kepada Dzat  yang  Menciptakan segala sesuatu untuk menjadikan baginya anak yang shaleh dan diberi kemampuan seta kesabaran untuk menemukan cara terbaik dalam mendidik anak anaknya. Karena doa bangaimanapun, adalah sarana komunikasi ruhiyah seorang hamba dengan Tuhannya. Doa pula yang merupakan pembatas yang menunjukan kelemahan manusia dan kemahaagungan Allah SWT.

Dalam mendidik anak, manusia tidak cukup dengan hanya mengandalkan kekuatan akan dan jasmaninya. Bimbingan Ilahiyah sangatklah  diperlukan. Kelemahan manusia dalam memandang sesuatu yang baik buat si anak begitu relatif.  terkadang ia berpikir bahwa suatu  perbuatan yang menurutnya sudah baik untuk pendidikan si anak pihak lain memandangnnya sebagai suatu yang tidak tepat. Maka sehebat apapun manusia berteori, tidak akan terlepas dari kemampuan akalnya yang terbatas. Selain ayat di atas ada banyak ayat yang menunjukan peran doa yang begitu vital dalam pendidikan anak, diantaranya yang artinya:

"Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata:" ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannnya seorang anak perempuan. Dan Allah lebih mengetahui apa yang  dilahirkan itu, dan anak laki laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku memohon perlindungan untuknya serta anak anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk" Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharaannya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata;"Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab:"Makanan itu dari sisi Allah" Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa hisab. Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata:" Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa doa" (QS Ali Imran: 36-38). 

Dan orang orang yang berkata;" Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang orang yang bertakwa " (QS Al Furqan:74)

Setidaknya dengan doa segala usaha telah diserahkan hasilnya kepada Allah, Dialah yang mengetahui apa apa yang hambanya tidak ketahui, sehingga apapunyang kemudian terjadi pada sang anak merupaka hal yang terbaik yang dikehendaki Rabbnya

2. Menempatkan Anak Pada Lingkungan Yang Baik

Setelah untaian doa telah terpanjatkan kepada sang Maha Pencipta, langkah selanjutnya adalah usaha dari kedua orang tua untuk menempatkan sang anak pada lingkungan yang baik. Dalam hal ini bimbingan Ilahiyah yang tepancar lewat doa doa yang dipanjatkan akan mengiring doa doa yang dipanjatkan akan mengiring para orang tua untuk mendapatkan lingkungan yang terbaik bagi anak anaknya. Sebab lingkungan yang baik menurut pandangan orang tua belumlah mesti yang baik bagi perkembangan anak anak, namun setidak tidaknya ayat diatas memberikan kriteria terpenting untuk memilih lingkungan yang baik itu, yaitu lingkungan yang mendekatkan dan mengingatkan ia sang anak pada Penciptanya, sehingga ia selalu bisa berinteraksi dengan iadah yang selanjutnya akan menumbuhkan ahlaq yang mulia. pada tahap selanjutnya sang anak akan menjadi mudah bergaul dalam lingkungannnya dan mencintai masyuarakat disekitarnya

3. Pendidikan Yang Baik Buat Sang Anak

Apa substansi pendidikan anak yang terbaik itu? Pertanyaan itu selalu membangunkan para orang tua untuk mengalokasikan dana yang tidak sedikit demi mencapai pendidikan yang terbaik bagi anak anak mereka, walaupun orientasi orientasi pendidikan itu ternyata masih belum jelas. Sebagian orang tua lebih memfokuskan pendidikan anaknya pada kemudahan mendapatkan peluang kerja yang menjanjikan walaupu itu harus mengorbankan aqidah sang anak. Sementara yang lain lebih menekankan unsur  keshalehan tanpa peduli dengan peluang mereka bersaing mendaptkan porsi dalam kehidupan duania sementara hal itu juga merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang orang Islam.  Fenomena fenomena ini berlanjut karena pemahaman agama sebagian masyuarakat masih terkotak kotak oleh keyakinan parsial.

Islam sebagi agama yang mempunyai pemahaman yang integral sangatlah menolak pemahaman pemahaman parsial yang menempatkan Islam pada bingkai yang sempit Padahal dalam ayat di atas substansi pendidikan sudah diletakan secara proportional. Ketika  Ibrahim memanjatkan doa yang memohonkan keturunannya mendirikan shalat, ada satu isyarat yang menuntut para orang tua untuk memberikan penanaman aqidah yang shahih mengenalkan Islam  dan kewajiban kewajiban yang mesti dilakukan pada awal pendidikan anak anaknya, sehingga ia mampu mengenal Isalm dan melaksanak ajaran ajarannya. Secara kesimpulan pelajaran agamalah yang menempati urutan pertama dalam pendidikan.

Pada bagiuan kedua Nabi Ibrahim memanjatkan doa supaya hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. Hal ini memberikan isyarat kepada para orang tua setelah memberikan pendidikan agama yang baik, untik kembali melanjutkan pendidikan merka dengan memperhatikan akhlaq tingkah laku anak menjadi baik dan luhur sehingga dalam pergaulan sehari hari ia tidak menjadi masalah bagi lingkungannya namun justru hati manusia menjadi suka dan cenderung kepadanya. Maka ahlaq menjadi substansi yang penting bagi pendidikannya selanjutnya dan tentunya ahlaq Islam lah yang menjadi rujukan.

Selanjutnya Pada bagian terakhir Nabi Ibrahim melanjutkan doanya supaya Allah memberikan rizki bagi keturunannya. Setelah pemahaman yang baik terhadap Islam dan pendidikan ahlaq yang luhur barulah para orang tua dihadapkan pada substansi pendidikan selanjutnya yang diajarkan Nabi Ibrahim yaitu penekanan pada masalah skill dan keilmuan umum yang akan membantu dia mendapatkan porsi yang layak dalam kehidupan ini, sehingga diharpkan setelah pengenalan terhadap agama yang baik dan ditopang dengan keluhuran budi pekerti menjadikan sang anak bersyukur terhadap apa yang ia dapatkan dari rizki yang Allah berikan melalui usaha usaha yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang ia kuasai dibidangnya.



KISAH LUQMAN AL HAKIM DENGAN TELATAH MANUSIA

Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu  hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam  pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikuti dari belakang.  Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orangpun berkata 'lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki'

Setelah mendengarkan desas desus dari orang ramai maka Luqmanpun turun dari himarnya. Melihat yang demikian, maka orang dipasar itu berkata pula ' lihat orang tua yang berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu'  Sebaik saja mendengar kata kata itu Luqman pun terus naik ke atas belakan himar itu bersama sama dengan anaknya, kemudian orang orang ramai pula berkata lagi:'lihat itu dua orang menaiki seekor himar adalah sungguh menyiksakan himar itu'

Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka Lukman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian mendengar lagi suara orang berkata ' dua orang berjalan kaki sedangkan himar itu tidak dikendarai'  Dalam perjalan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasehati anaknya tentang sikap manusia dan telatah mereka, katanya, ' sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia, maka orang yang telah berakal tidaklah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangan dalam tiap tiap satu'

Kemudian Luqman hakim berpesan kepada  akankya, katanya ' Wahai anaku, tuntutlah rezki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir, Sesungguhnya tiadalah orang orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, ia itu tipis keyakinannya (iman tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang  kemuliaan hatinya (kepribadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang orang yang suka merendah rendahkan dan meringan ringankannya'

HIKMAH

Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT saja. Barang sia mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya