Oleh : Ust Hamdan, S.Pd
Pengaruh akulturasi
budaya yang begitu cepat merupakan sesuatu yang tidak bisa kita hidari di era
globalisasi ini. Kemajuan teknologi Informasi, komunikasi dan transportasi
member pengaruh luas dalam kehidupan sehari hari, bahkan merombak sistem
sosial. Globalisasi ekonomi dan budaya berpengaruh ppenciptaan kutur yang
homogen yang mengarah pada penyeragaman selera, konsumsi, gaya hidup nilai,
identitas dan kepentingan individu.
Sebagai produk
modernitas, globalisasi tidak hanya memperkenalkan masyarakat di pelosok dunia,
akan kemajuan dan kecanggihan sains dan teknologi seta prestasi lain seperti
instrument dan institusi modern hasil capaian peradaban Barat sebagai dimensi
institusional modernitas, tetapi juga mengintrodusir dimensi budaya modernitas,
seperti nilai nilai demokrasi, pluralisme, toleransi, dan hak hak asasi
manusia. Banyaknya hasil alkuturasi budaya dan kuatnya serangan pemikiran yang
dilancarkan oleh orang orang kafir untuk mengaburkan pemaham Islam telah kita
rasakan dampaknya pada era kita saat ini. Berbagai pemikiran dan kebiasaan
(tradisi) yang tidak datang dari Islam telah menyusup ketengah tengah kehidupan
kaum muslimin, salah satunya adalah kebiuasaan merayakan ulang tahu hari
kelahiran.
Saat ini perayaan ulang tahun
telah menjadi tradisi yang begitu melekat dalam masyarakat kita. Bukan hanya
perayaan ulang tahun kelahiran seseorang saja yang sekarang ini dirayakan,
ulang tahun pernikahan, ulang tahun lembaga pendidikan, ulang tahun perusahaan,
ulang tahun institusi atau bada
tertentu, ulang tahun kotaaaa, ulang tahun kemerdikaan semuanya diperingati,
bahkan yang lebih ironis lagi lembaga lembara organisasi organisasi yang
mengatasnamakan umat Islam, seperti Pondok Pesantren pun memperingati hari jadinya (milad). Berbagai
bentuk acara dilaksanakan dalam tradisi perayaan ulang tahun ini, mulai dari
tiup lilin, memorong nasi tumpeng, memotong kue ulang tahun, lomba lomba, pesta
pesat, dan lain sebagainya.
Nikmat usia pada
hakekatnya adalah sesuatu kontrak masa hidup kita di dunia yang akan terus
berkurang seiring berjalannya waktu, sehingga tidak pantas bagi kita untuk
berpesta (merasa gembira) diatas berkurangnya waktu hidup kita. Justru
seharusnya kita bersedih atas hal tersebut, dan senantiasa bertanya dalam diri
kita; apakah waktu yang sudah kita lewati telah kita gunakan sesuai dengan
tuntutan dari Allah Ta’ala? Jangan jangan kita termasuk ke dalam golongan orang
orang yang akan menyesali sebagaian usia kita dihadapan Allah saat hari hisab,
karena tidak digunakan seoptimal mungkin untuk berbuat sesuatu bernilai ibadah.
Berbicara tentang
perayaanh hari ulang tahun dari sudut pandang hokum Islam, harus dikembalikan
kepada sandaran utama kita yakni Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahjwa perayaan
hari ulang tahun kelahiran bukan berasal dari ajaran Islam, maka mengadakan
perkara yang tidak ada tuntunan dari Syariat Islam akan bertolak walaupun
dimaksudkan untuk kebaikan sebagaimana dijelaskan dalam hadist: “Barang
siapa yang melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan perintah (ketentuan) dari
kami maka bertolak” (HR Muslim)
Dalam Islam hukum
merayakan ulang tahun tidak ditemukan dalam nash, baik yang secara langsung
melarang dan yang menganjurkannya. Kita tidak menemukan riwayat yang
menceritakan bahwa setiap tanggal kelahiran Rasulullah SAW, beliau merayakannya
atau sekedar mengingat ingatnya. Begitu juga para sahabat, tabiin dan para
ulama salafus shalih. Kita juga tidak pernah dengar misalnya Iman Syafi’i merayakan
ulang tahun lalu potong kue dan tiup lilin.
Bukankah Rasulullah telah
melarang kita untuk bertasyabuh menyerupai/meniru prilaku orang kafir? Maka
simaklah hadist beritkut “ barang siapa yang menyerupai sesuyatu kaum maka
ia termasuk golongan mereka” (HR Abu Daud, Ahmad dan Ath Thabrani) “Bukan
termasuk (golongan) kami yaitu orang yang bertasyabuh (menyerupai) selain kami”
(HR tarmizi)
Merayakan ulang tahun tidak
diragukan lagi merupakan aktifitas peniruan terhadap perbuatan orang kafir.
Tidak itu saja, perayaan tahun baru, valentine day dan perayaan perayaan
lainnya bahkan tidak digunakannya system Islam sebagai sistem hidup bersama
(konstitusi negara) juga termasuk ke dalam meniru prilaku orang kafir.
Adapun mensyukuri nikmat
Allah atas umur dan semua anugerah-Nya sepanjang hidup kita dan memohon
keselamatan dunia akhirat tidak harus mengunggu ulang tahun tiba, yang hanya
stahun sekali, Melakukan hal tersebut (bersyukur atas ni’mat dan berdo’a) haris
kita lakukan setiap saat, terutama
setelah shalat yang merupakan salah satu waktu diijabahnya do’a.
Justru mengadakan
pengkhususan aktifitas tersebut pada hari ulang tahun merupakan perkara yang
menyelisihi Islam dan sesekali lagi merupakan bentuk pengekorang kita kepada
ajaran kufur.
Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh
pernah ditanya seputar hukum perayaan ulang tahun (milad) dan beliau menjawab
bahwa Islam tidak punya tempat untuk perayaan semacam itu. Syaikh juga mengeluarkan
daftar seluruh kebiasaan asing yang menurutnya tidak patut. “orang Kristen
punya hari ibu, pesta untuk pohon, dan setiap kesempatan berpesta. Di setiap
ulang tahun, lilin lilin dinyalakan dan makan makanan dihidangkan.” Kata Syaikh
kepada surat kabar Al Madina.
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin: Perayaan ulang tahun anak tidak lepas dari dua hal,
dianggab sebagai ibadah, atau hanya adat kebiasaan saja. Kalau dimaksudkan sebagai
ibadah, maka hal itu termasuk bid’ah dan penegasan bahwa dia termasuk sesat
telah datang dari Nabi Shallallahu ‘ Alaihi wa salam. Beliau bersabda: “
Jauhilah perkara perkara baru, sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat. Dan
setiap kesesatan berada dalam neraka” Namun jika dimaksudkan sebagai adat
kebiasaan saja, maka hal itu mengandung dua sisi larangan:
1. Menjadikannya
sebagai salah satu hari raya yang sebenarnya bukan merupakan hari raya(‘Ied)
Tindakan ini berarti suatu kelancangan terhadap Allah dan Rasul Nya, dimana
kita menetapkannya sebagai “Ied (hari raya) dalam Islam, padahal Allah dan
rasulNya tidak pernah menjadikannya sebagai hari raya. Saat memasuki kota
Madinah, Nabi Shallalklahu ‘Alaihi Wa Salam mendapati dua hari raya yang
menggunakan kaum Anshar sebagai waktu bersenang senang dan menganggabnya
sebagai hari ‘Ied, maka beliau bersabda “ Sesungguhnya Allah telah
menggantikan bagi kalian hari yang lebih baik dari keudanya, yaitu “Idul Fitri
dan ‘Idul Adha”
2. Adanya unsur
tayabbuh (menyerupai) dengan musuh musuh Allah. Budaya ini bukan merupakan
budaya kaum muslimin, namun warisan dari non muslim. Rasulullah Shallallahu ‘alai wa sallaj bersabda:”Barang
siapa meniru niru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Kemudian panjang umur bagi
seseorang tidak selalu berbuah baik, kevuali kalau dihabiskan dal;am menggapai
keridaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik baiknya orang adalah orang yang panjang
umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia
yang panjang umurnya dan buruk amalannya
Karena itulah, sebagai
ulama tidak menyukai doa agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka
kurang setuju dengan ungkapan ;”Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “dalam
ketaatannNya”, atau “dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa, alasannya umur
panjang kadangkala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang
jika disertai dengan amalan yang buruk-semoga Allah menjauhkan kita
darinya-hanya akan membawa keburukan baginya serta menambah siksa dan
malapetaka.
Allah SWT berfirman:”Dan
orang orang yang mendustalkan ayat ayat kami, nanti kami akan menarik mereka
dengang berangsur angsur (kearah kebinasaan), denan cara yang tidak mereka
ketahui. Dan aku member tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencanaku amat
teguh” (QS Al-Araf: 182-183)
Dan firman Allah SWT: “Dan
janganlah sekali kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada
mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami member tangguh kepada
mereka hanyalah supaya bertambah tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang
menghinakan” (QS Ali- Imran:178)
Marilah kita renungkan
sabda Nabi SAW:”Sungguh kamu akan mengikuti sunah sunah ((jalan hidup)
bangsa-bangsa sebelum kamu sejengkal sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga
seandainya mereka masuk lubang biawak sungguh kalian akan mengikutinya. Mereka
(para sahabat) bertanya: (apa yang engkau maksud ialah) Yahudi dan Nasrani?
Jawab Rasul: “ Lalu siapa lagi?” (HR Bukhori, Ahmad)
Marilah kita bentengi
generasi kita dan generasi sesudah kita dari serangan budaya-budaya kufur yang
kian hebat masuk kedalam negeri kita. Semoga Allah memberikan kekuatan bagi
saya, keluarga saya, anda dan pembaca umumnya untuk dapat mengamalkan segala
kebenaran yang datang dari Allah dan RasulNya. Amien
Maroji’:
1.
Engkaulah Rasul
Panutan Kami
2.
Fataawa Syaitkh
Al-“Utsaimin
3.
Fatawa Ath-tiflul
Muslim
4.
At Tahdzir Minal
Bida’