Oleh:
Ust. Ghaffar
Hari raya adalah saat berbahagia dan
bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena
Tuhannya, yaitu apabila berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala
amalanya dengan percaya terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan
anugrah dan ampunan-Nya Allah Ta’ala berfirman; “ Katakanlah dengan karunia
Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” Katakanlah
(Muhammad) “Dengan karunia Allah dan Rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan” (QS
Yunus:58)
Sebagian orang bijak berujar : Tiada
seorangpun yang bergembira dengan selain Allah kecuali kerana kelalaiannya
terhadap Allah, sebag orang orang yang lalai selalu bergembira dengan permaian
dan hawa nafsu, sedangkan orang orang yang berakal mereka merasa senang dengan
Tunannya. Ketika Nabi Muhamad SAW tiba di Madinah, kamum Anshar memiliki dua
hari istimewa, mereka bermain main di dalamnya, maka Rasulullah SAW bersabda:”
Allah telah member ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik yaitu Idul
Fitri dan Idul Adha” (HR Abud Daud
dan An-Nasa’i dengan Sanad Hasan). Hadits ini menunjukan bahwa menampakkan rasa
suka cita di Hari raya adalah sunnah dan di syari’atkan. Maka diperkenankan
memperluas hari raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap jerabat
dengan berbagai hal yang tidak
diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi
tidak menjadikannya lupa untuk taat kepada Allah.
Adapun kebanyakan yang dilakukan
orang di saat hari raya dengan berduyun duyun pergi memenuhi berbagai tempat
hiduran dan permaian, adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai
dengan yang disyariatkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah.
Hari raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan menghambur hamburkan
harta, tetapi, hari raya adalah untuk berdzikir kepada Allah menggantikan bagi
umat ini dua hari raya yang sarat dengan hiburan dan permainan. Dengan dua hari
raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai
tiga hari raya yang selalu datang setiap pecan dan dua hari raya yang masing
masing datang sekali dalam setahun. Adapun hari raya yang selalu tatang
pada setiap pecan adalah hari jum’at, ia
merupakan hari raya pekanan terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib
lima kali yang merupakan rukun utama agama Islam setelah dua kalimat syahadat. Sedangkan
dua hari raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. Idul Fitri
setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap puasa
ramadhan yang merupakan rukun atas asas Islam ke empat. Apabila kaum muslimin
merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah
dan terbebas dari api neraka, sebab puasa Ramnadhan mendatangkan ampunan atas
doa yang lalu dan pada akhirnya terbebas
dari neraka. Sebagian manusia dibebaskan
dari neraka padahal dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk neraka, maka
Allah mensyariatkan bagi mereka hari raya setelah menyempurnakan puasannya,
untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dab bertakbir atas petunjuk dan
syariat-Nya berupa shalat dan sedekah pada Hari Raya tersebut. Hari Raya ini
merupakan pembagian hadiah, orang orang yang berpuasa diberi ganjuaran
puasanya, dan setelah Hari raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2. Idul Adha (Hari
Raya Kurban), Hari Raya Idul Adha ini lebih agung dan utama daripada hari Raya
Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah Haji yang merupakan rukun Islam
kelima, bila kaum muslimin merapungkan ibadah hajinya niscaya diampuni dosanya.
Ini macam macam Hari Raya kaum
Muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada yang
Mha Menguasai dan Yang Maha Pemberi saat mereka berhasil memperoleh apa yang
dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. Adpun yang banyak dilaksanakan
sebagaian orang pada saat ini dengan mengadakan berbagai perayaan seperti
perayaan hari kelahiran, pernikahan, hari jadi/ beridirinya sebuah
organissasi/lembaga dan lain yang belum pernah dilakukan bauj geberasu oertana
(generasi sahabat) jeyda (generasi tabi’in) maupun generasi ke tiga (generasi
Tabiit tabi’in) yang mana generasi tersebut adalah generasi terbaik sebagaimana
tertera dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “ Sebaik baik manusia adalah
generasiku, kemudian generasi yang akan datang setelah mnereka, kemudian generasi
setelah mereka”
Mereka yang mengadakan bid’ah ini
adalah kaum Fatimiah pada abad ke empat. Syaikh Muhammad Amin AS Syinqithi
rahimahullah berkata: “ manusia dalam hal ini terbagi dalam dua golongan,
golongan yang mengingkari dan mengingkari orang orang yang melakukannya karena
kaum salaf tidak melakukannya dan tidak ada atsar tentang masalah tersebut. Dan
Golongan lain memperbolehkannya karena tidak ada larangan. Masing masing
golongan bersikap keras terhadap goloang yang lain. Tentang masalah ini,
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya:” iqtidha’ shirath Al Mustaqim
menerangkan dngan pendapat yang menengahi, kami akan menyebutkan ringkasnya,
karena sangat penting. Allah-lah Yang Maha Menunjuki pada jalan yang terbaik.
Beliau-semoga Allah merahmatinya-
dalam pembahasan tentang hari peringatan yang dibuat buat, beliau menyebutkan:
Hari jumat pertama dari bulan Rajab,
Hari Raya Ghadir Khum pada tanggal 18 Dzulhijjah, dimana Nabi Muhammad
SAW berkhutbah untuk berpegang pada petunjuk dan sunnah dan ahlul bait kemudian
beliau melanjutkan pada amalan mauled.
Begitu pula apa yang diadakan
sebagaian orang baik untuk menyaingi kaum Nasrani pada peringatan Hari kelahiran
Al Masih, atau kecintaan dan penganggungan pada Nabi Muhammad SAW, Allah akan
member ganjaran kecintaan pada beliau dan sesunggunya untuk merealisasikannnya,
dan bukan dengan bid’ah untuk memperingati hari kelahiran beliau. Manusia
berbeda pendapat tentang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW apakah di bulah Rabi’
atau Ramadhan, ini adalah perkara yang tidak pernah dilakukan salaf…
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menambahkan:” Seandainya hal itu adalah kebaikan tentulah salaf lebih berhak
daripada kita, karena keccintaan dan pengagungan mereka pada nabi adalah lebih
dari kita dan mereka lebih bersemangat dalam melakukan kebaikan” Anda bisa
melihat mereka yang begitu semangat dalam dalam melakukan bid’ah bid’ah di atas
dengan niat lebih baik dan kesungguhan mereka yang diharapkan dengan pahala,
mereka justru tidak bersemangat dalam menjalankan perintah Rasulullah SAW. Bisa
diibaratkan mereka seperti menghiasi mushaf, tatapi mereka tidak membaca maupun
mengikutinya, dan ibarat orang yang mengiasi masjid tetapi ia tidak shalat di
dalamnya atau hanya shalat terkadang saja. Dan ibarat orang yang menjadikan
tasbih dan sajadah yang berhias atau contoh lainnya yang diringi riya’,
kesombongan dan tersibukan dari apa yang diisyari’atkan yang menyebabkan
rusaknya pelaku (kitab Iqridha’ hal 295)
Adalah keliru sangkaan sebagian ahli
bid’ah penamaan perayaan mauled dalam rangka memperingati Rasulullah SAW. Allah
telah menjadikan peringatan terhadap Rasulullah SAW dimana Allah telah menggabungkan di kala mengingat
beliau dengan menyebut nama-Nya dalam dua kalimt Syahadat. Setiap adzan dan
Iqomah ketika akan shalat dan setiap tasyahud baik dalam shalat fardhu maupun
sunnah lebih dari tiga puluh kali.
Kesempurnaan dan kecintaan dan
pengagungan terhadap beliau adalah dengan mengikut petunjuk beliau, mentaati
perintahnya, menghidupkan sunnah beliau baik yang lahir maupun bain,
menyebarkan apa yang beliau di utus dengannya berjihad untuk membela hal itu
dengan hati, tangan dan lisan. Inilah petunjuk As-Sabiqun Al Awwalun dari kalangan
Muhajirin dan Anshar serta mereka yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Wa
Allahu A’lam
Maroji:
1. Lathaiful
Maarif, oleh Ibnu rajab
2. Al A’yad wal
Ayyaam Al Mu’tabaroh fie Al Islam, oleh Syekh Muhammad Utsman.
3. Ahkaamu
Al’Iidaini Fii Al Sunnah Al- Muthahharah. Syaikh Ali bin Hasan Bin Ali Abdul
Hamid Al Halabi Al Atsari dan Syaikh
Salim Al Hilali