Oleh: Ust
Abu Shifa
“Janganlah kalian saling memata matai,
dan jangan mengghibahi antara satu dengan yang lain, sukkah kalian memakan
daging saudaranya tentu kalian akan benci” (QS Al Hujarat:12)
Lisan bentuknya memang relatif kecil jija dibandingakan
dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata memiliki peran yang sangat besar
bagi kehidupan manusia. Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana
manusia memanagemen lidahnya. Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap
sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera menjelang. Sebaiknya bila ia
terkelola dengan baik, hemat dalam berkata dan memilih perkataan yang baik
baik, maka sebuah alamat akan kebahagiaan yang diraihnya
Di saat kita hendak berkata kata, tentunya kita harus
berpikir untuk memilih hal hal yang baik untuk lidah kita, Bila sulit mendapat
kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari
sabda Rasulullah SAW: “ Barang siapa yang beriman kepada Allah, dan hari
akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam” (HR Muslim).
Disamping itu kitapun harus paham betul manakah lahan-medan
kejelekann sehingga lidah kita tidak kleliru memijaknya. Kita harus tahu aoajag
sebyag gak ternasyj dakan bagian dosa bagi lidah kita atau tidak? Bila kita
telah tahu, tentunya kita bersegera untuk meninggalkannya. Diantara medan medan
dosa bagi lidah kita antara lain:
Ghibah
Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak
diseanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut sebut itu kekurangan yang
ada pada badan, nasab, ucapan hingga pada pakaian. Menyebut kekurangan pada
badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau pada
agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain lain. Kadang
orang tidak sadar kalau ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia
mengatakan, “yang saya katakana ini benar adanya!”, padahal Rasulullah SAW
dengan tegas mengatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan
kepada beliau, bagaimana jika yang dikatakan itu benar adanya pada orang yang
digunjingkan, beliau menjawab:” Jika
yang engkau gunjingkan benar adanya pada
orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut
tida ada pada orang yang engkau sebut maka engkau telah melakukan dusta
atasnya” (HR Muslim)
Tak kalau meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena
tulisan adalah lisan ke dua. Media massa sudah tidak segan lagi membuka aib
seseorang yang laing rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian sensor perasaan
malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi
dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan
sehari hari. Di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menggambarkan orang yang
mengghibahi saudaranya seperti orang yang memakan bangkai saudaranya: “
Janganlah kalian saling memata matai dan jangan
mengghibahi antara satu dengan yang lai, sukakah kalian memakan daging
saudaranya tentu kalian akan benci ‘ (QS Al Hujarat:12)
Tentu sangat menjijikan memakan daging bangkai, semakin
menjijikan lagi apabila yang dimakan adalah daging bangkai manusia, Apalagi
saudara kita sendiri. Demikianlah ghibah, iapun sangat menjijikan sehingga
sudah sepantasnya untuk dijauhi dan ditinggalkan. Lebih ngeri bila berbicara tentang bhibah,
apabila kita mengetahui balasan yang akan diterima pelakunya. Seperti
dikisahkan oleh Rasulullah SAW di malam mir’rajnya. Bewliau menyaksikan suatu
kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasulpun
bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab merekalah orang orang yang
ghibah melanggar kehormatan orang lain.
Mamimah
Kalau diartikan dia bermakna memindahkan perkataan dari satu
kaum kepada kaum yang lain untuk merusak keduanya. Ringkasanya “ adu domba”. Sehingga
Allah mengkisahkan tentang mereka dalam Al Qur’an. Mereka berjalan dengan
namimah, menghasut, dan mengumpat. Di sekitar kita orang yang punya profesi
sebagai tukan nbamimah angat banyak bergentayangan, dan lebih sering dikenal
sebagai provokator kejelekan. Namimah bukan hal yang kecil, bahkan para ulama
mengkatagorikannya dalam dosa besar. Ancaman Rasulullah SAW bagi tukan namiomah
adalah:” tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba” (HR
Bukhari). Akibat namimah ini sangat
besar sekali, dengannya terkoyak persahabatan, saudara karib dan melepaskan
ikatan yang telah dikokohkan oleh Allah. Iapun mengakibatkan kerusakan di muka
bumi serta menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Dusta
Dusta adalah menyelisihi kenyataan atau realita. Dusta
bukanlah Ahlaq orang yang beriman, bahkan ia melekat pada kepribadian orang
munafiq. “ Tiga ciri orang munafik apabila berkata berdusta, apabila
berjanji mengkingkari dan apabila
dipercaya berkhianat “ ( HR Bukhari dan
Muslim) . Padahal orang munafik balasannya sangat mengerikan “ di bawah
kerak api neraka” Dustapun mengantarkan pelakunya kepada kejelekan “ sungguh
kedustaan menunjukan kepada kejelekan dan kejelekan mengantarkan kepada neraka”
Nasehat Untuk setiap Muslim:
Saudaraku…. Renungkanlah beberapa nasehat berikut agar kita
selamat dari azab Allah SWT dan beruntung mendapatkan Ridho-Nya.
1. Allah SWT berfirman, “Tiada sesuatu kata yang diucapkan melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)”
(QS Qaaf:18). Apa saja yang kita
ucapkan akan dicatat oleh malaikat Allah SWT dan akan dib alas di hari kiamat.
Karena itu hati hatilah dari bahaya lidah kita.
2. Boleh jadi kita menganggab ucapanmu itu suatu yang
remeh, padahal ia bernilai dosa besar disisi Allah SWT sebagaimana firmannya: “
(ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) dari mulut ke mulut dan kamu
katakana dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu
menganggabnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar” ( QS An
Nuur:15)
3. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba
berbicara dengan satu kalimat itu baik atau tidak- akan menyebabkan ia
tergelincir ke neraka lebih jauh daripada jarak antrar timur dan barat” (HR
Buchari dan Muslim)
4. Rarulullah SAW
bersabda: “Termasuk dari keindahan Islam ialah seseorang meninggalkan
apa apa yang tidak berguna baginya” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
5. Janganlah kita sia siakan pahala amal shaleh dengan
ghibah atau mamimah, karena barang siapa yang mengghibahkan seseorang maka
nanti pada hari kiamat sebagian dari pahalanya diberikan kepada orang yang
dighibahi.
Mari kita sama sama menjaga lisan agar semua yang keluar dari
padanya adalah hanya yang bermanfaat. Dengan berbaik sangka, kita lebih bisa
menahan diri kita untuk menggunakan lisan untuk berbuat kebaikan, menjaga
perasaan orang lain dan menghindari diri dari maksiat lisan. Semoga Allah
menjadikan kita termasuk golongan taqwa. Amin…